Rabu, 02 Oktober 2013

Resensi Girl Talk - Lala Purwono

Girl Talk - Lala Purwono
Judul               : Girl Talk
(60 perempuan, 30 kisah. Yang mana kisah hidupmu?)
Penulis             : Lala Purwono
Tebal               : 181 halaman
Tahun Terbit    : 2012
Penerbit           : Stiletto Book
ISBN               : 978-602-7572-05-8
Harga              : Rp. 36.000

SINOPSIS
Mereka bicara tentang cinta, tapi juga tentang sakit hati karena cinta yang mengikat 
terlampau erat.Mereka bicara tentang rahim yang tak pernah menjadi tempat singgah seorang bayi mungil, tapi juga tentang perut membuncit yang bisa berarti akhir dari segalanya.

Mereka bicara tentang ketakutan pada ikatan pernikahan, tapi juga ketakutan menghabiskan seumur hidup mereka dalam kesendirian.
Mereka bicara tentang rasa egois seorang lelaki, tapi mereka mengakui tak bisa hidup tanpanya.

Ya, mereka 60 perempuan ini, berbicara tentang kisah hidup mereka. Di antara 30 kisah ini, yang manakah kisah hidupmu?

Berawal dari rekomendari teman di kantor dulu, Anis, yang mati-matian merekomendasikan buku ini. Girl Talk. Sama seperti judulnya. Novel karya Lala Purwono ini berisikan obrolan seputar masalah ‘hati’ perempuan. Tidak hanya sekedar obrolan gosip-gosip murahan, namun cenderung tentang suara hati perempuan serta cara pandang orang di sekitarnya seputar masalah tersebut.

Seperti pada judul Why Do People Get Maried, disini terdapat perdebatan dua sahabat tentang alasan-alasan mengapa seseorang memutuskan untuk menikah. Sebut saja A yang menyatakan bahwa alasan seseorang menikah, tidak ada satupun yang memuaskan, baginya. Jawaban dari alasan tersebut terbilang normatif, ya jawaban orang kebanyakanlah. Seperti, karena melanjutkan keturunan, sudah takdir, hingga kewajiban. Lalu, manakah alasan yang tepat? Saya sendiri tidak tahu. Karena setiap orang memiliki alasannya masing-masing, atau mungkin justru tidak (harus) punya alasan untuk menikah?.

Saya suka beberapa judul yang sesungguhnya adalah sebuah perumpamaan. Seperti topik The Hermes Bag yang diumpamakan sama dengan seorang kekasih yang harus dijaga. Dijaga bukan dalam artian possesive, namun lebih memperhatikannya dan tidak mudah percaya dengan sahabat kita. Maksudnya apa? Begini saja, saat kekasih yang kita sayangi (disini diumpamakan seperti Tas Hermes yang dengan harga puluhan atau ratusan juta), justru memilih putus dan berpacaran dengan sahabat kita. Masih nggak mudeng? Intinya, aku suka dengan pernyataan ini,

“.. mungkin salahku juga karena meletakkannya di sembarang tempat, dan percaya kalau nggak bakal ada yang nekat ngambil. Aku lupa, kalau tas semahal itu pasti banyak yang mau...”

Topik yang dibahaspun beragam mulai dari seputar memiliki keturunan, perselingkuhan, hubungan beda agama dan beberapa masalah yang biasa dihadapi kaum perempuan lainnya. Saya sangat suka buku ini, karena sifatnya sharing saja seputar pendapat yang pada umumnya beredar dimasyarakat tentang ‘sosok’ perempuan serta bagaimana menghargai pendapat serta jalan hidup yang dipilih orang lain. Ya, menghargai. Tanpa mencaci apalagi ikut mentertawakannya.

Namun, awal membaca buku ini saya suka bingung dengan tokoh siapa yang sedang bicara. Karena tanpa menyebut nama, hanya obrolan antara si A dan B. Saya baru paham setelah membaca untuk yang kedua kalinya. Tapi tidak semuanya kok, beberapa kisah memang saling bertautan dan menyebutkan subjeknya.

Baca buku ini serasa ngobrol saja sama diri sendiri :)

Kok malah keterusan nulisnya? Hehehehe..

1 komentar:

  1. apapun kesayangan kita, memang wajib dijaga sepenuh hati. karena bisa jadi kita harus merasakan kehilangan dulu baru bisa merasakan rasa memiliki. nice review, mba aulia :)

    BalasHapus