Morning Light - Windhy Puspitadewi |
Judul : Morning Light
Penulis : Windhy Puspitadewi
Penerbit : Gagas Media
Tahun : 2010
Halaman : 175
ISBN : 9789797804336
SINOPSIS:
Aku seperti bunga matahari yang
selalu mengejar sinar matahari, hanya melihat pada dia: matahariku. Aku
mengagumi kedalaman pikirannya, caranya memandang hidup-malah, aku mati-matian ingin seperti dirinya.
Aku begitu terpesona hingga tanpa sadar hanya
mengejar bayang-bayang. Aku menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendongak
sampai lupa kemampuan diriku sendiri.
Aku bahkan mengabaikan suara lirih dari dasar hatiku. Aku buta dan tuli. Dan di suatu titik akhirnya tersungkur. Saat itulah aku mulai bertanya-tanya: Apakah dengan menjadi seperti dia, aku pun akan dicintai?
Aku bahkan mengabaikan suara lirih dari dasar hatiku. Aku buta dan tuli. Dan di suatu titik akhirnya tersungkur. Saat itulah aku mulai bertanya-tanya: Apakah dengan menjadi seperti dia, aku pun akan dicintai?
RESENSI:
Ini sudah ketiga
kalinya saya meresensi novel Windhy di projek #31HariBerbagiBacaan. Setelah
saya telusuri rak buku, saya baru sadar jika saya kehilangan novel Confeito dan
Let Go yang juga ditulis oleh Windhy. Entah siapa yang meminjam, aku belum bertanya
ke beberapa anak kos seputar novel koleksi saya yang mereka pinjam. Huumpf..
Novel ini berkisah
tentang persahabatan Devon dan Sophie yang telah sekolah ditempat yang sama
sejak mereka SD, SMP, hingga SMA, bahkan mereka pun bertetangga. Persahabatan
mereka semakin lengkap dengan kedatangan Julian dan Agnes ketika di bangku SMP.
Wndy selalu
menghadirkan gurauan yang menurut saya lucu, tapi tidak perlulah untuk tertawa
sekeras itu. Bagaimana ya istilahnya? Mungkin sifatnya lucu, tapi tetap elegan.
Halah.. J. Seperti di p. 17 ada cara bercanda Sophie yang
disambut Devon dan berakhir dengan mengumpamakan ayah Devon sebagai karakter
Jason (di film horor Freedy VS Jason).
Garis besar dari
novel ini adalah bagaimana agar kita tiak terobsesi dengan seseorang hingga
berkeinginan untuk melampaui kemampuan orang tersebut. Seperti Sophie yang
selalu merasa hidup di bawah bayang-bayang mamanya yang seorang kolumnis besar
di Voice of Freedom. Atau Julian yang ingin sekali melampaui kemampuan kakak tiri yang sangat ia sayangi,
Daniel, karena mewarisi kepintaran ayahnya yang seorang guru besar Matematika
yang terkenal di Indonesia. Ada Agnes yang selala merasa terbebani atak
kepergian saudara kandungnya enam tahun silam, Jesica. Selain cantik, ia juga
cerdas dan sebentar lagi akan menjadi dokter seperti papa dan mamanya.
Sedangkan dirinya? Ia hanya suka memasak, yang menurut pandangannya, itu tidak
bisa membanggakan kedua orang tuanya sama sekali. Bagaimana dengan Devon? Ia
hidup di dalam obsesi ayahnya sebagai seorang pemain sepak bola yang tidak
terlalu ia inginkan. Siapa sangka jika sesungguhnya mereka memiliki bakat dan
minat masing-masing di bidang yang berbeda dari apa yang mereka geluti
sebelumnya. Ya, aku suka kutipan di buku ini, “bunga matahari berhenti mengejar
matahari”. Jika kita sudah bisa melakukan itu, maka kita akan mencintai diri
kita sendiri.
Beberapa kali Windy
juga memunculkan karakter prince charming
dalam novelnya. Seperti Flemming Setiawan di sHe, kali ini ada Devon yang
disukai banyak wanita, Sophie menyebutnya Devon Fans Club. Sebagai pewarna cerita,
memang harus ada sesosok karakter yang sangat dipuja sekelilingnya. Mungkin
genre dan alur cerita yang hampir sama, akan membuat sebagian orang bosan
membaca teenlit. Kalo saya pribadi, bagian romansa cinta di setiap novel Windhy,
membuat saya lupa kalo saya tidak semuda dulu lagi :).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar